..jika ini ramadhan terakhirku..

Jika ini ramadhan terakhirku…
Aku ingin jadikan saat ini
adalah saat terindah dalam hidupku
Saat aku dekat,
Bahkan tak berjarak dengan Rabbku

Jika ini Ramadhan terakhirku…
Aku ingin bertemu dengan kekasihku
dalam keadaan yang paling baik
Saat tiap jenak nafasku ada lafadz iman dan kesyukuran

Jika ini Ramadhan terakhirku…
Aku ingin meminta keikhlasan maaf
Pada umi, abi, adik, sahabat, teman-teman….

Jika nafasku tak sampai pada Ramadhan berikutnya…
Aku ingin menjadi lulusan terbaik di bulan suci ini
Aku ingin meraih malam seribu bulan yang dirahmati
Aku ingin malaikat-malaikat menaungi
Hingga akhir diri

Jika nafasku tak sampai pada ramadhan berikutnya…
Aku ingin menebar rindu dan cinta
Menuainya pada cakrawala senja
Pada surga
Yang mengalir sungai-suangai di bawahnya

Jika ini Ramadhan terakhirku…
Aku ingin setiap detik waktuku ada cinta buatNya
Aku ingin setiap detak jantungku ada rindu untukNya
Aku ingin setiap langkahku ada hamasah syuhada

Jika ini Ramadhan terakhirku…
Sungguh, aku tak ingin meninggalkanmu
Jalan dakwah penuh liku,
Yang membawaku
PadaMu

Ramadhan Dahulu Vs Ramadhan Kini


Sebenarnya apa sich bedanya ramadhan zaman dahulu sama zaman kita yang modern ini? Nyok… kite intip tulisan ini. Bagi generasi salaf, Ramadhan adalah kesempatan emas untuk mendulang sebanyak mungkin fadhail yang terkandung didalamnya loh…, hal Ini terlihat dari kesungguhan mereka mengisi Ramadhan. Mereka bercita-cita mencapai target yang dicanangkan, yaitu taqwa. Ini menjadi modal utama memperoleh pertolongan AlLah. Didalam sebuah hadits, Aisyah Ra bercerita bahwa Nabi SAW, jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Beliau SAW menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya serta bersungguh-sungguh dalam beramal. (Riwayat Muslim). Nah… kalo kamu sendiri? Ramadhan itu seperti apa sich???
                Imam Nawawi menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pada bulan Ramadhan tidak tidur demi untuk melaksanakan shalat dan ibadah lainnya. Ibnu Atsir Al Jazari dalam Nihayah Gharib Al Hadits juga menjelaskan bahwa yang dimaksud menghidupkan malam adalah terjaga di malam hari untuk beribadah dan meninggalkan tidur.
RAMADHAN PARA SALAF SHALIH
                Sebagai generasi terbaik yang amat dekat dengan Rasulullah Saw, mujahadah para salaf dalam beribadah tidaklah jauh dengan apa yang diamalkan beliau Saw, apalagi dalam mengisi bulan suci Ramadhan, pastinya.
                Aswad bin Yazin An Nakha’i adalah tabiin ahli ibadah. Abu Nu’aim dalam Al Hilyah menyebutkan bahwa Ibrahim An Nakha’i telah berkata : “Aswad menghatamkan Al Qur’an di bulan Ramadhan dalam dua hari, ia hanya tidur antara maghrib dan isya, dan dia menghatamkan Al Qur’an di luar bulan Ramadhan dalam enam malam.”
                Qatadhah bin Diamah juga seorang tabiin ahli ibadah, ada yang tau? Abu Nu’aim dalam Al hilyah  menyebutkan bahwa Salam bin Abi Muthi’ pernah mengatakan : “Sesungguhnya Qatadah menghatamkan Al Qur’an dalam tujuh malam. Namun jika Ramadhan tiba ia menghatamkan Al Qur’an dalam tiga malam. Dan jika datang sepuluh  terakhir Ramadhan ia menghatamkan Al Qur’an dalam semalam. Subhanallah… kalo kita-kita sanggup ga yah…
                Ibnu Abi Dawud juga meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Mujahid, tabi’in yang pernah berguru kepada Ibnu Abbas, menghatamkan Al Qur’an antara maghrib dan isya di setip malam pada bulan Ramadhan. Wow…kerrr..een..
YAKIN AKAN PERTOLONGAN ALLAH
                Kesungguhan para salaf dalam beribadah, lebih-lebih dalam bulan Ramadhan, telah membentuk karakter khusus, yaitu pribadi yang amat yakin dengan pertolongan AlLah Swt. Dan ini adalah faktor penting penyebab turunnya pertolongan AlLah ta’ala.
                Pada hari Badar, Jum’at , 27 Ramadhan tahun ke dua setelah hijrah, Rasulullah Saw. Memandang kearah kaum musyrikin yang berjumlah seribu, sedangkan kaum Muslimin hanya berjumlah 319 mujahid. Nabi Saw menghadap kiblat menegadahkan tangan dan berdoa : “Ya AlLah, buktikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya AlLah, datangkanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, jika Engkau menghancurkan jama’ah Muslim ini, maka tidak ada lagi yang beribadah kepadaMU di dunia ini.” Dan beliau terus menerus bermunajat seraya menghadap kiblat, hingga selendangnya jatuh di kaki beliau.
                Lalu datanglah Abu Bakar Ra. Ia mengambil selendang Rasul Saw dan meletakkan di tempat semula serta mengtakan : “Cukupkan permintaan anda, sesungguhnya Ia akan memberi  apa yang telah Dia janjikan. Tampak sekali bahwa Abu Bakar Ra, amat meyakini datangnya pertolongan AlLah. Begitu juga Rasulullah Saw. Inilah faktor penting yang menyebabkan turunnya pertolongan AlLah Swt.
                Tapi, Ramadhan adalah bulan yang dilebihkan AlLah. So, pada saat itu kondisi Spiritual umat Islam sedang berada di puncak, sehingga tidaklah heran jika Abu Bakar Ra, mempunyai keyakinan dan rasa tawakal yang tinggi terhadap AlLah. Beliau berani menjamin bahwa peperangan itu akan dimenagkan umat Islam.
RAMADHAN KINI
                Memang, sebagian umat Islam benar-benar berusaha mempersiapkan diri untuk menyambut Ramadhan sehingga mereka bisa menjalankan ibadah dengan maksimal. Namun, tidak bisa dipungkiri juga bahwa tidak sedikit umat Islam yang terlalu ‘nyantai’ ketika berhadapan dengan Ramadhan. Mereka melakukan ibadah puasa hanya cukup dengan berhenti makan sejak fajar hingga terbenam matahari Setelah itu, berbagai macam “menu istimewa” sudah tersedia di meja makan. (ato kita juga termasuk yang ‘nyantai’ lagi? He…)
                Tahun 2006 Departemen Perdagangan memperkirakan bahwa pada Ramadhan 1427 H kebutuhan masyarakat akan bahan pokok meningkat antara 10-20%. Ini ironis. Sebab, satu diantara tujuan puasa adalah menumbuhkan perasaan kasih sayang terhadap para fakir miskin dan menekan hawa nafsu. Bagaimana tujuan ini bisa dicapai jika bulan Ramadhan berubah menjadi bulan “makan”???. Nah loh…koq githu…???
                Kita juga gak bisa nutup mata bahwa banyak umat Islam yang lebih suka “istirahat” ketika menjalani hari-hari Ramadhan. Padahal bulan Ramadhan adalah bulan mujahadah, yang mestinya disi dengan aktivitas yang berguna. Bahkan sebagian umat Islam hendak melegitimasi kemalasan dengan hadits : “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah”. Padahal, menurut Hafidz Al Iraqi, tak diketahui siapa sahabat yang meriwayatkan hadits ini. Bahkan, Imam Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin pun tidak mencantumkan siapa sahabat yang meriwayatkan hadits ini, juga orang yang mengeluarkannya.
                Ada juga periwayatan lain tentang hadits ini, tapi tergolong dhoif. Memang, para ulama membolehkan memakai hadits dhoif dalam masalah fadhail dengan beberapa syarat. Namun, tak ada satu ulama pun yang membolehkan memakai hadits dhoif dalam rangka untuk meninggalkan ibadah. So.., dah jelaskan kalo bulan Ramadhan jangan bermalas-malasan haruz.. smangadh.. menggapai target-target Ramadhan, BTW dah pada punya target Ramadhan belom???
                Pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan kaum Muslimin mestinya lebih meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadahnya. Namun, kenyataan yang terjadi dilapangan amat jauh berbeda. Pada masa yang mestinya mereka “tenggelam” dalam ibadah, malah banyak sibuk belanja di pasar-pasar modern dalam rangka “menyambut” Idul Fitri. Fenomena ini merupakan “anugerah” besar bagi para pebisnis. Sehingga, pada sepuluh hari terakhir mereka pun bersaing untuk menggiring umat agar berbondong-bondong menuju mall-mall dengan tawaran discount bervariasi. Padahal pada saat yang bersamaan AlLah sedang mengadakan “cuci gudang dan penggandaan” pahala loh… ada malam lailatul qadr juga lagi…

Ramadhan kan keluarga Q-ta...


Sebuah revolusi pastilah berisi perombakan. Perombakan terhadap nilai-nilai lama, menggantinya dengan nilai-nilai baru. Begitu pula Ramadhan. Ramadhan adalah sarana melakukan perombakan dari nilai-nilai jahiliyah menjadi nilai-nilai taqwa.

Dan nilai taqwa tersebut mesti mencakup tiga pilar : tauhid yang bersih dari syirik (salimun aqidah), ibadah yang shahih (shahihul ‘ibadah), dan akhlaq yang kokoh (matinul khuluq). Dari sanalah lahir sifat-sifat mulia seperti jujur, sabar, ikhlas, dan komitmen dengan iman.

KELUARGA BERTAQWA

AlLah subhanahu wata’ala berfirman dalam Al Qur’an surah Al Furqan (25) ayat 74 : “Dan orang-orang yang berkata :”Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami, dan keturunan k ami, sebagai penyenag hati ( kami ), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa makna qurrata a’yun (penyenag hati) dalam ayat diatas adalah ketaatan dalam menyembah AlLah Swt yang tertanam dalam diri segenap anggota keluarga. Jalaluddin As Suyuthi dan jalaluddin Muhammad dalam Tafsir Jalalain juga memberikan penjelasan senada. Menurut mereka, kalimat “sebagai penyenang hati” maksudnya adalah bahagia melihat keluarga selalu taat kepada AlLah Swt. Sedangkan Imam bagi orang-orang bertaqwa adalah pemimpin dalam kebaikan.

Intinya, ayat tersebut memberikan pesan bahwa keluarga yang taat kepada AlLah Adalah keluarga yang bisa memimpin, memberikan pengaruh, dan mengarahkan manusia menjadi orang-orang yang bertaqwa. Sudah barang tentu keluarga yang bisa memimpin orang-orang bertaqwa adalah keluarga yang juga bertaqwa. Mustahil sebuah keluarga bisa memimpin orang-orang bertaqwa jika keluarga itu sendiri tidak memiliki kualitas ketaqwaan.

Jadi, secara tersirat ayat tersebut menyampaikan dua cita-cita luhur semua Muslim. Pertama, menjadikan keluarganya sebagai keluarga bertaqwa. Kedua, menjadikan keluarga taqwa itu sebagai pemimpin bagi orang-orang bertaqwa lainnya. Dalam Al Qur’an surah Al Baqarah : 183 AlLah Swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.

Jika perintah puasa dalam ayat ini diselaraskan dengan cita-cita membangun keluarga bertaqwa dalam ayat sebelumnya, maka tergambarlah bahwa Ramadhan menjadi sarana “revolusi” taqwa paling ideal.





DO’A DAN AMALIAH

Rumah Islami adalah rumah yang dibangun atas dasar taqwa. Pondasinya adalah aqidah yang shahih dan kokoh. Tiang-tiangnya taqwa, sedangkan dindingnya adalah adalah amal shalih. Didalamnya terdapat anggota keluarga yang hidup dengan sinar Al Qur’an, taat melaaksanakan syari’at, dan berhias dengan pakaina taqwa.

Rumah Islami dengan keluarga yang bertaqwa adalah idaman setiap Muslim. Do’a yang diajarkan AlLah Swt dalam surah Al Furqan ayat 74 di atas mengandung cita-cita demikian.

Namun, harus kita sadari bahwa do’a bukanlah mantera yang hanya cukup diucapkan dengan lisan atau dirasakan dengan hati saja. Do’a pada hakikatnya merupakan cara sakral sekaligus rasional untuk membangun sebuah kehidupan yang terbaik. Do’a harus bisa mewarnai paradigma (kerangka berpikir) dan membentuk mindset (cara pandang). Do’a pun tidak berdiri sendiri, do’a berada satu paket dengan proses amaliah.

Begitu pula do’a membentuk keluarga taqwa, belum sempurna jika baru sebatas lisan. Sejuta kali doa itu dibaca, jika belum betul-betul meresap dalam hati dan menjadi tenaga pendorong untuk menerapkan berbagai amalan nyata, maka jangan pernah berharap do’a itu akan terkabul. Jangan bermimpi keluarga kita akan menjelma menjadi keluarga taqwa.

KEISTIMEWAAN RMADHAN

Apa keistimewaan Raamdhan sehingga keluarga-keluarga Muslim dapat mengalami revolusi hanya dengan melewati bulan itu secara benar? Yang utama tentu saja syariat puasa itu sendiri. Fakta tak terbantahkan bahwa jika puasa dijalankan dengan sempurna bisa memberikan kekuatan jiwa maupun fisik.

Kemudian, momentum Ramadhan juga memberikan energi kebaikan yang tak terhingga melalui berbagai amalan berlimpah pahala seperti shalat-shalat wajib dan sunnah, jihad (bukan bom bunuh diri yang khir-akhir ini marak di Indonesia loh…), dan dakwah (amar ma’ruf nahy munkar), sedekah dan zakat, umrah, I’tikaf, zikir dan doa, tilawah dan tadabbur Al Qur’an, serta silaturrahim. Belum lagi ada momentum spektakuler penggandaan pahala dalam ‘super’ ibadah di malam lailatul qadr.

Energi kebaikan itu juga dipancarkan melalui pengutamaan amalan taubat dengan ganjaran pengampunan yang dibuka seluas-luasnya. Sampai-sampai karena begitu berlimpahnya energi kebaikan itu, Rasulullah saw melukiskannya dengan pernyataan bahwa pintu surga dibuka lebar-lebar dan pintu neraka ditutup rapat-rapat, dan pada saat yang bersamaan para setan dibelengu habis.

MEMASJIDKAN RUMAH

AlLah Swt berfirman dalam Al Qur’an surah At Taubah ayat 109 : “Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar taqwa kepada AlLah dan keridhaan-Nya itu yang baik ataaukah orang-orang yang mendirikan bangunannya itu jatuh bersama-sama denga dia ke dalam neraka jahanam? Dan AlLah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.

Rumah atas dasar taqwa adalah rumah yang bagaikan masjid. Jangan biarkan rumah kita bagai bangunan yang berada di tepi jurang, yang kemudian runtuh dan jatuh bersama-sama kita maasuk ke dalam jurang neraka. Tidak! Rumah tangga kita haruslah berupa bangunan yang kokoh berdiri diatas landasan taqwa dan keridhaan AlLah Swt.

Bagaimana caranya? Sederhana sekli! Ubah nuansa rumah kita seperti masjid. Jika di masjid senantiasa bergemuruh suara Al Qur’an, hidupkanlah rumah kita dengan bacaan Al Qur’an. Jadikanlah Al Qur’an sebagai bacaan utama bagi semua anggota keluarga, ayah, ibu, anak-anak dan anggota lainnya. Jika di masjid selalu ada orang yang datang untuk menunaikan shalat, berdiri, rukuk dan sujud kepada AlLah Swt, maka jadikanlah rumah kita sama keadaannya. Dirikanlah shalat-shalat sunnah di rumahh bagi kaum lelakinya, baik sunnagh rawatib maupun shalat lail.

Jika di masjid penghuninya selalu menyebut dan mengagungkan nama AlLah Swt, maka rumah kita rombak sedemikian rupa sehingga sadar maupun tidak anggota keluarga kita selalu menyebut nama-Nya. Dinding-dinding rumah kita adalah lafal-lafal Al Qur’an dan kalimat thoyibah. Televise, radio, dan Komputer kita selalu menyenandungkan kalimat-kalimat zikir, bacaan Al Qur’an, dan pelajaran-pelajaran berguna.

Percakapan antar anggota keluarga senatiasa santun, sesekali ditingkahi dengan zikir, penggalan ayat Al Qur’an, hadits, dan kalimat-kalimat yang bermutu lainnya. Suasana zikir tampak terlihat ketika mereka memulai dan mengakhiri makan. Meja makan tidak hanya terdapat hidangan makan, tpi juga kehangatan tausyiah (tawashau bil haq, tawshau bish-shabr). Di tempat ini juga terdengar kalimat syukur, do’a dan zikir.

Di kamar tidur, anak-anak senantiasa membiasakan do’a sebelum dan sesudah tidur. Mereka tidak tertidur di depan televise atau tontonan yang tidak berguna. Mereka disiplin, tidur tepat pada waktunya dn tidur di tempat yang tealh tersedia. Merekka tidak tidur, kecuali dalam jadwal yang sudah terencana. Tidur diawali kepasrahan diri kepada AlLah Swt, dan mereka bangun dengan kesyukuran dan motivasi yang menyala-nyala.
Memasjidkan rumah adalah pekerjaan sederhana. Tiada yang sulit. Disini hanya dibutuhkan seorang ayah sebagai kepala rumah tangga yang siap menjadi figur dan teladan, serta berkemampuan untuk membimbing semua anggotanya. Dibutuhkan pula seorang ibu atau isteri yang amanah. Keduanya bahu-membahu, bekerjasama membangun tradisi islami da rumah.

hai..hai..hai...
assalamu'alaikum akhi.. ukhti..

setelah sekian lama menunggu..
akhirnya tercipta juga blog resmi kurma...
semoga dengan adanya blog ini semakin kuat juga jalinan ukhuwah diantara kita... (hmm....)
oia..
untuk para sobat kurma yang punya karya tulis ato yang suka nulis, tapi binggung publikasiinnya, kirim email aja ke : kurma.org@gmail.com / asyamz@yahoo.co.id
insya Allah akan kita publikasikan...

segitu dulu yach..
salam kurma...